Jumat, 25 Januari 2013

Clean Fuels for Vehicles, Ships Get EU Regulatory Push

Clean fuels for cars, trucks and ships in the European Union would get a boost under draft legislation presented by EU regulators.

The European Commission proposed common technical standards and more filling stations for alternative vehicle fuels including electricity, natural gas and hydrogen. The proposal would also expand liquefied natural-gas facilities for ships.

The initiative is meant to help spur the development of clean fuels and lower their costs by establishing a Europe-wide market instead of fragmented national ones. It complements a series of EU laws in recent years to cut air pollution, diversify energy supplies and promote new technologies by reducing reliance on fossil fuels such as oil.

“Developing innovative and alternative fuels is an obvious way to make Europe’s economy more resource efficient, reduce our overdependence on oil, improve air quality and develop the transport industry,” European Transportation Commissioner Siim Kallas told reporters today in Brussels. “We need to set targets to build the necessary fuel stations and make them compatible.”

The commission, the 27-nation EU’s regulatory arm, is addressing what it calls a “vicious circle” holding back the market for clean fuels. It says that alternative-fuel stations aren’t being built because of a lack of clean vehicles, that the vehicles are expensive because demand is inadequate and that consumers don’t buy the vehicles because they are costly and the stations don’t exist.


Natural Gas

The EU, with a passenger-car fleet of more than 200 million, has about 11,000 electric cars and around 1 million autos powered by compressed natural gas, according to the commission. The bloc, with a commercial-vehicle fleet of more than 30 million, has 50 trucks that run on liquefied natural gas, according to the commission.

In the maritime industry, Sweden plans within weeks to provide the EU’s first liquefied natural-gas facility for sea- going vessels, says the commission.

The commission projects that the total investment cost of its legislation would be 10 billion euros ($13 billion) by 2020 and that industry would foot the bill. The draft law will need the support of EU national governments and the European Parliament in a process that can take a year or longer.

The proposal would require EU governments to apply common technical standards for alternative fuels for cars, trucks and ships by 2015 and to meet minimum targets for clean-fuel facilities by 2020.


Electric Vehicles

Regarding electric vehicles, the draft legislation would establish a common standard based on a plug developed in Germany and require each EU nation to have a minimum number of recharging points.

For example Germany, with 1,937 recharging points in 2011, would need to have 150,000 of them that are publicly accessible by 2020, while Malta, with no such facilities two years ago, would need to boast 1,000 by the end of the decade, according to the commission. The U.K., with 703 in 2011, would be required to have 122,000 publicly accessible points by 2020, says the commission.

“The aim is to put in place a critical mass of charging points so that companies will mass produce the cars at reasonable prices,” the commission said.

The part of the proposal on hydrogen for cars is limited to the 14 EU nations, including Germany, Italy and Denmark, that currently have filling stations for these autos. Such stations would have common standards by 2015 and would have to be in place at intervals of no more than 300 kilometers (186 miles) by 2020, according to the commission.


Fueling Outlets

With regard to compressed natural gas for cars, the draft law would require that fueling outlets be available across the EU at least every 150 kilometers by 2020, according to the commission.

On liquefied natural gas for trucks, the draft legislation would require that fueling stations be installed every 400 kilometers on roads that are part of the trans-European “core” network, says the commission. At present, the EU has 38 liquefied natural gas filling stations for trucks, it says.

With regard to liquefied natural gas for ships, fueling stations would have to be installed in 139 core EU maritime and inland ports by 2020 and 2025, respectively, according to the commission.

“These are not major gas terminals, but either fixed or mobile refueling stations,” it said. “This covers all major EU ports.”

 

Source : www.emliindonesia.com

Selasa, 22 Januari 2013

BPH Migas Gaet BPS Awasi Penggunaan BBM Subsidi

BPH Migas, Gaet BPS, Awasi Penggunaan, BBM Subsidi

JAKARTA - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengaku kesulitan untuk melakukan pengawasan penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, karena itu BPH akan menggandeng Biro Pusat Statistik (BPS).

Kepala BPH Migas Andy Noorsaman Sommeng mengatakan, BPH Migas kesulitan melihat pergerakan konsumsi BBM bersubsidi, dan tidak mengetahui detail besaran kuota yang disalurkan kemasyarakat, karena minimnya data Pemerintah Daerah.

"Mereka kurang data jadi mau lihat pegerakan konsumsinya juga sulit. Kami sendiri juga mengalami kesulitan," kata Andy, saat menghadiri Sosialisasi Permen No 1 Tahun 2013, di Kantornya, Jakarta, Selasa (22/1/2013).

Andy menambahkan, untuk mengetahui lebih detail data BBM bersubsidi yang dikonsumsi, BPH Migas berencana akan mengandeng BPS di setiap daerah. Selain itu, BPH akan melakukan proyeksi akedemisi dengan menghitung target tingkat konsumsi juga akan dilakukan sebagai upaya aspek pengendaliaan BBM subsidi di tahun ini.

"Kami akan kerja sama dengan biro pusat statistik di daerah untuk sama-sama melihat pergerakan konsumsi BBM subsidi," tutup Andy.

 

Sumber : www.emliindonesia.com

Senin, 21 Januari 2013

Pemerintah Janji Berikan Kemudahan Eksplorasi Minyak

JAKARTA – Pemerintah menyebut demi meningkatkan kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi baru, pihaknya akan memberikan beberapa kemudahan bagi investor dalam negeri maupun asing.

“Satu-satunya cara untuk menaikkan lifting adalah, eksplorasi, eksplorasi, eksplorasi dan ini sedang saya perjuangkan, tidak mudah mengajak temen-temen yang lain untuk eksplorasi, eksplorasi. Kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi harus dilakukan lebih banyak dan itu hanya bisa laksanakan jika diberikan insentif untuk kegiatan eksplorasinya serta dibuat aturan-aturan yang lebih menarik. Itu yang saya perjuangkan,” ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik dikutip dari situs ESDM, Selasa (22/1/2013)

Menurut Jero, dari sisi izin akan dipercepat. Sedangkan di sisi insentif keuangan seperti perpajakan pihaknya sudah meminta kepada Menteri Keuangan untuk memberi kemudahan. "Saat ini masih proses," tambahnya

Jumlah cadangan gas, tambah dia, semakin tahun makin banyak tetapi hanya sampai 2016-2018.

"Saya harus mempersiapkan gas untuk 2024, 2034 begitu, jadi eskplorasinya harus diperbanyak karena di Indonesia bagian timur masih banyak kandungan gasnya,” jelasnya.

Mengenai split bagi hasil, Wacik menyebut investor tidak keberatan. Namun, investor keberatan terhadap pajak yang ditanggung sebelum eksplorasi.

"Kalau sudah dapat gas atau minyaknya mereka bagi hasil oke,” pungkasnya.

Sebagai informasi, potensi sumber daya migas Indonesia terakumulasi dalam 60 cekungan sedimen. Dari jumlah tersebut, baru 38 cekungan yang sudah dilakukan kegiatan eksplorasi. Sedangkan 22 cekungan lainnya belum pernah dilakukan kegiatan eksplorasi dan sebagian besar berlokasi di laut dalam. Dari cekungan yang telah dieksplorasi, 16 cekungan sudah memproduksi hidrokarbon, sembilan cekungan belum berproduksi walaupun telah ditemukan kandungan hidrokarbon dan 15 cekungan sisanya belum ditemukan hidrokarbon.

Sumber : www.emliindonesia.com

Minggu, 20 Januari 2013

Pertamina-PLN Teken Jual Beli Gas Arun & Medan

JAKARTA - PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) menandatangani pokok-pokok perjanjian (head of agreement) terkait regasifikasi LNG untuk memenuhi kebutuhan gas pembangkit PLN di Arun dan Medan.

Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan mengatakan, kedua BUMN tersebut menyepakati jasa regasifikasi LNG untuk memenuhi kebutuhan gas pembangkit listrik PLN di wilayah Aceh dan Medan. Dengan kerjasama ini, diharapkan dapat mulai beroperasi pada pertengahan 2014.

"Fasilitas regasifikasi tersebut akan dibangun dengan memanfaatkan serta mengembangkan fasilitas kilang LNG Arun menjadi terminal penyimpanan dan regasifikasi LNG," kata Karen, saat menghadiri perjanjian jual beli gas, di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Senin (21/1/2013).

Karen menambahkan, pengembangan fasilitas eks PT Arun NGL tersebut seiring dengan akan berakhirnya kontrak jual beli LNG pada 2014. Menurunnya, pasokan gas ke industri di wilayah Aceh, serta belum adanya sumber gas yang prospektif di sekitar Arun.

"Dengan memanfaatkan alokasi LNG yang diperoleh PLN dari kilang LNG Tangguh-Papua sejumlah satu juta ton per tahun atau sekira 105 juta standar kaki kubik per-hari maka kebutuhan gas untuk pembangkit listrik PLN Aceh dan Medan dapat dipenuhi," jelas Karen.

Menurut Karen, perjanjian ini merupakan implementasi dari langkah strategis dalam hal pengembangan proyek infrastruktur gas di Indonesia yang bertujuan untuk mendukung penggunaan sumber energi yang lebih efisien, bersih, dan ramah lingkungan. Hal ini juga bermanfaat bagi penurunan subsidi bahan bakar serta kebijakan energy mix pemerintah dengan meningkatkan konsumsi gas bumi hingga 30 persen di 2025.

"Oleh karena itu, Pertamina sangat mendukung proyek ini dan berharap agar kerjasama antara kedua belah pihak dapat berjalan lancar dan tepat waktu," jelas Karen.

Proyek ini juga diharapkan dapat mendukung pemerataan dan peningkatan perekonomian di daerah sekitar akibat multiplier effect yang muncul, yang sejalan dengan Instruksi Presiden No.14 Tahun 2011 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2011, serta Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang dicanangkan oleh Pemerintah.

 

Sumber : www.emliindonesia.com

Rabu, 16 Januari 2013

Februari, Proyek PLTP Sarulla Dimulai

JAKARTA - Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan proyek pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sarulla sudah bisa dimulai pada 1 Februari nanti dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama (SKB).

"SKB proyek pengembangan Sarulla telah selesai. Dan 1 Februari sudah bisa dimulai (pengembangan)," kata Menteri ESDM Jero Wacik, setelah menghadiri rapat kordinasi, di Kantor Kementerian Perekonomian, Jakarta, Rabu (16/1/2013).

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga Menteri terkait pengembangan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sarulla hanya tinggal menunggu keputusan Dahlan Iskan dan Pertamina.

SKB tersebut diperkirakan akan selesai awal tahun depan. Wakil Menteri ESDM Rudi Rubiandini mengaku telah bertemu dengan Wakil Presiden Boediono untuk membicarakan mengenai progress PLTP Sarulla. Saat ini, tinggal menunggu surat revisi peralihan aset dari Pertamina dan Menteri BUMN Dahlan Iskan.

"Sarulla itu dua hari yang lalu saya rapat dengan wapres. Semua sudah selesai sekarang bolanya ada di Pertamina dan Kementerian BUMN. Karena pertamina harus membuat surat yang salah atau revisi. BUMN harus menyetujui bebas pajak," ujar Rudi.

SKB Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri BUMN, dan Menteri Keuangan diperlukan untuk memperjelas kepemilikan aset di wilayah kerja panas bumi. Beberapa poin yang ada dalam SKB tersebut, aset negara di hulu panas bumi Sarulla dikelola oleh PT Pertamina (Persero), sementara aset hilir disesuaikan dengan isi kontrak dengan pengembang panas bumi.

Rencananya, SKB memberikan izin kepada pengembang untuk menjadikan aset sebagai jaminan pinjaman. Jangka waktu lamanya aset menjadi jaminan yaitu selama masa pendanaan.

 

Sumber : www.emliindonesia.com