Rabu, 30 Januari 2013

Hampir 4.000 Rumah di Bontang Gunakan Gas Kota

JAKARTA – Pemerintah menyebut 3.960 rumah di kelurahan Gunung Elai dan Api-Api Kota Bontang bisa menikmati jaringan gas kota. Pembangunan gas kota ini menggunakan dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp50 miliar.


”Peresmian penyambungan gas bumi melalui pipa untuk 3.960 SR di dua kampung yang dibangun pemerintah merupakan salah satu milestone yang sangat berarti. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah membangun infrastruktur secara bertahap untuk menyediakan gas kepada masyarakat terutama rumah tangga,” ujar Wakil Menteri ESDM Susilo Siswo Utomo dikutip situs resmi ESDM Kamis (30/1/2013).

Menurut Susilo, program ini sangat penting dalam upaya Pemerintah mengurangi konsumsi subsidi BBM melalui diversifikasi energi. Pasalnya pemerintah memenuhi kebutuhan minyak dengan impor minyak mentah.

"Jaringan gas bumi untuk sektor rumah tangga di Kota Bontang dibangun menggunakan dana APBN sebesar Rp50 miliar. Program ini merupakan bentuk keseriusan Pemerintah dalam mengimplementasikan diversifikasi energi sekaligus untuk memenuhi target pembangunan jaringan gas kota sesuai roadmap yang ada," tambahnya.

Sebagai informasi, dengan teralirinya dua kelurahan di Kabupaten Bontang ini melengkapi jaringan gas kota yang telah ada. Sejak tahun 2009-2012 pemerintah telah membangun jaringan gas untuk rumah tangga sebanyak 57.000 sambungan yaitu Palembang 3.311 sambungan rumah (SR), Surabaya 2.900 SR, Sidoarjo 8.647 SR, Depok 4.000 SR, Tarakan 3.666 SR, Bekasi 4.628 SR, Bontang 3.960 SR, Sengkang 4.172 SR, Rusun Jabodetabek 5.234 SR, Prabumulih 4.650 SR, Jambi 4.000 SR, Bogor 4.000 SR dan Cirebon 4.000 SR.

Kebutuhan gas untuk 3.960 rumah tangga tersebut akan dipasok oleh Total E&P dan Inpex Coorporation melalui KKS Mahakam kepada PT Bontang Migas dan Energi yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

 

Sumber : www.emliindonesia.com

Senin, 28 Januari 2013

Cuaca Ekstrem Buat Pengiriman Tambang Terhambat

JAKARTA - Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) menyatakan cuaca ekstrem yang terjadi belakangan ini membuat pengiriman pasokan barang tambang ke konsumen terhambat.

Ketua Umum Perhapi Achmad Ardianto mengatakan, cuaca ekstrem bisa mengakibatkan transportasi terhambat. Dunia penambangan juga bernasib sama sehingga merusak rencana produksi yang ada.

"Sehingga supply demand perusahaan tambang yang sudah ada perencanaan yang baik terhambat," kata Achmad, di Gedung Aneka Tambang, Jakarta, Senin (28/1/2013).

Achmad mengungkapkan, terhambatnya produksi akibat cuaca ekstrem akan berdampak pada berkurangnya pemasukan perusahaan dan berpengaruh pada laporan keuangan di akhir tahun. Meski begitu, Achmad enggan menyebut penurunan karena laporan keuangan ini.

"Belum bisa dilihat karena terkait laporan akhir tahun, bisa saja terjadi seperti spot kontrak idle cost (biaya kontrak yang menunggu) jadi sudah dikeluarkan tidak ada pemasukan," ungkap Achmad.

Menurut Achmad, konsumen barang tambang batu jenis batu bara biasanya akan menambah stok untuk mengatasi cuaca eksterm yang mengganggu pengiriman seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

"PLTU di Indonesia karena cuaca ekstrem melakukan stok lebih apalagi pengaruh penjualan energi mereka," tutup Achmad

 

Sumber : www.emliindonesia.com

Jumat, 25 Januari 2013

Clean Fuels for Vehicles, Ships Get EU Regulatory Push

Clean fuels for cars, trucks and ships in the European Union would get a boost under draft legislation presented by EU regulators.

The European Commission proposed common technical standards and more filling stations for alternative vehicle fuels including electricity, natural gas and hydrogen. The proposal would also expand liquefied natural-gas facilities for ships.

The initiative is meant to help spur the development of clean fuels and lower their costs by establishing a Europe-wide market instead of fragmented national ones. It complements a series of EU laws in recent years to cut air pollution, diversify energy supplies and promote new technologies by reducing reliance on fossil fuels such as oil.

“Developing innovative and alternative fuels is an obvious way to make Europe’s economy more resource efficient, reduce our overdependence on oil, improve air quality and develop the transport industry,” European Transportation Commissioner Siim Kallas told reporters today in Brussels. “We need to set targets to build the necessary fuel stations and make them compatible.”

The commission, the 27-nation EU’s regulatory arm, is addressing what it calls a “vicious circle” holding back the market for clean fuels. It says that alternative-fuel stations aren’t being built because of a lack of clean vehicles, that the vehicles are expensive because demand is inadequate and that consumers don’t buy the vehicles because they are costly and the stations don’t exist.


Natural Gas

The EU, with a passenger-car fleet of more than 200 million, has about 11,000 electric cars and around 1 million autos powered by compressed natural gas, according to the commission. The bloc, with a commercial-vehicle fleet of more than 30 million, has 50 trucks that run on liquefied natural gas, according to the commission.

In the maritime industry, Sweden plans within weeks to provide the EU’s first liquefied natural-gas facility for sea- going vessels, says the commission.

The commission projects that the total investment cost of its legislation would be 10 billion euros ($13 billion) by 2020 and that industry would foot the bill. The draft law will need the support of EU national governments and the European Parliament in a process that can take a year or longer.

The proposal would require EU governments to apply common technical standards for alternative fuels for cars, trucks and ships by 2015 and to meet minimum targets for clean-fuel facilities by 2020.


Electric Vehicles

Regarding electric vehicles, the draft legislation would establish a common standard based on a plug developed in Germany and require each EU nation to have a minimum number of recharging points.

For example Germany, with 1,937 recharging points in 2011, would need to have 150,000 of them that are publicly accessible by 2020, while Malta, with no such facilities two years ago, would need to boast 1,000 by the end of the decade, according to the commission. The U.K., with 703 in 2011, would be required to have 122,000 publicly accessible points by 2020, says the commission.

“The aim is to put in place a critical mass of charging points so that companies will mass produce the cars at reasonable prices,” the commission said.

The part of the proposal on hydrogen for cars is limited to the 14 EU nations, including Germany, Italy and Denmark, that currently have filling stations for these autos. Such stations would have common standards by 2015 and would have to be in place at intervals of no more than 300 kilometers (186 miles) by 2020, according to the commission.


Fueling Outlets

With regard to compressed natural gas for cars, the draft law would require that fueling outlets be available across the EU at least every 150 kilometers by 2020, according to the commission.

On liquefied natural gas for trucks, the draft legislation would require that fueling stations be installed every 400 kilometers on roads that are part of the trans-European “core” network, says the commission. At present, the EU has 38 liquefied natural gas filling stations for trucks, it says.

With regard to liquefied natural gas for ships, fueling stations would have to be installed in 139 core EU maritime and inland ports by 2020 and 2025, respectively, according to the commission.

“These are not major gas terminals, but either fixed or mobile refueling stations,” it said. “This covers all major EU ports.”

 

Source : www.emliindonesia.com

Selasa, 22 Januari 2013

BPH Migas Gaet BPS Awasi Penggunaan BBM Subsidi

BPH Migas, Gaet BPS, Awasi Penggunaan, BBM Subsidi

JAKARTA - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengaku kesulitan untuk melakukan pengawasan penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, karena itu BPH akan menggandeng Biro Pusat Statistik (BPS).

Kepala BPH Migas Andy Noorsaman Sommeng mengatakan, BPH Migas kesulitan melihat pergerakan konsumsi BBM bersubsidi, dan tidak mengetahui detail besaran kuota yang disalurkan kemasyarakat, karena minimnya data Pemerintah Daerah.

"Mereka kurang data jadi mau lihat pegerakan konsumsinya juga sulit. Kami sendiri juga mengalami kesulitan," kata Andy, saat menghadiri Sosialisasi Permen No 1 Tahun 2013, di Kantornya, Jakarta, Selasa (22/1/2013).

Andy menambahkan, untuk mengetahui lebih detail data BBM bersubsidi yang dikonsumsi, BPH Migas berencana akan mengandeng BPS di setiap daerah. Selain itu, BPH akan melakukan proyeksi akedemisi dengan menghitung target tingkat konsumsi juga akan dilakukan sebagai upaya aspek pengendaliaan BBM subsidi di tahun ini.

"Kami akan kerja sama dengan biro pusat statistik di daerah untuk sama-sama melihat pergerakan konsumsi BBM subsidi," tutup Andy.

 

Sumber : www.emliindonesia.com

Senin, 21 Januari 2013

Pemerintah Janji Berikan Kemudahan Eksplorasi Minyak

JAKARTA – Pemerintah menyebut demi meningkatkan kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi baru, pihaknya akan memberikan beberapa kemudahan bagi investor dalam negeri maupun asing.

“Satu-satunya cara untuk menaikkan lifting adalah, eksplorasi, eksplorasi, eksplorasi dan ini sedang saya perjuangkan, tidak mudah mengajak temen-temen yang lain untuk eksplorasi, eksplorasi. Kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi harus dilakukan lebih banyak dan itu hanya bisa laksanakan jika diberikan insentif untuk kegiatan eksplorasinya serta dibuat aturan-aturan yang lebih menarik. Itu yang saya perjuangkan,” ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik dikutip dari situs ESDM, Selasa (22/1/2013)

Menurut Jero, dari sisi izin akan dipercepat. Sedangkan di sisi insentif keuangan seperti perpajakan pihaknya sudah meminta kepada Menteri Keuangan untuk memberi kemudahan. "Saat ini masih proses," tambahnya

Jumlah cadangan gas, tambah dia, semakin tahun makin banyak tetapi hanya sampai 2016-2018.

"Saya harus mempersiapkan gas untuk 2024, 2034 begitu, jadi eskplorasinya harus diperbanyak karena di Indonesia bagian timur masih banyak kandungan gasnya,” jelasnya.

Mengenai split bagi hasil, Wacik menyebut investor tidak keberatan. Namun, investor keberatan terhadap pajak yang ditanggung sebelum eksplorasi.

"Kalau sudah dapat gas atau minyaknya mereka bagi hasil oke,” pungkasnya.

Sebagai informasi, potensi sumber daya migas Indonesia terakumulasi dalam 60 cekungan sedimen. Dari jumlah tersebut, baru 38 cekungan yang sudah dilakukan kegiatan eksplorasi. Sedangkan 22 cekungan lainnya belum pernah dilakukan kegiatan eksplorasi dan sebagian besar berlokasi di laut dalam. Dari cekungan yang telah dieksplorasi, 16 cekungan sudah memproduksi hidrokarbon, sembilan cekungan belum berproduksi walaupun telah ditemukan kandungan hidrokarbon dan 15 cekungan sisanya belum ditemukan hidrokarbon.

Sumber : www.emliindonesia.com

Minggu, 20 Januari 2013

Pertamina-PLN Teken Jual Beli Gas Arun & Medan

JAKARTA - PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) menandatangani pokok-pokok perjanjian (head of agreement) terkait regasifikasi LNG untuk memenuhi kebutuhan gas pembangkit PLN di Arun dan Medan.

Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan mengatakan, kedua BUMN tersebut menyepakati jasa regasifikasi LNG untuk memenuhi kebutuhan gas pembangkit listrik PLN di wilayah Aceh dan Medan. Dengan kerjasama ini, diharapkan dapat mulai beroperasi pada pertengahan 2014.

"Fasilitas regasifikasi tersebut akan dibangun dengan memanfaatkan serta mengembangkan fasilitas kilang LNG Arun menjadi terminal penyimpanan dan regasifikasi LNG," kata Karen, saat menghadiri perjanjian jual beli gas, di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Senin (21/1/2013).

Karen menambahkan, pengembangan fasilitas eks PT Arun NGL tersebut seiring dengan akan berakhirnya kontrak jual beli LNG pada 2014. Menurunnya, pasokan gas ke industri di wilayah Aceh, serta belum adanya sumber gas yang prospektif di sekitar Arun.

"Dengan memanfaatkan alokasi LNG yang diperoleh PLN dari kilang LNG Tangguh-Papua sejumlah satu juta ton per tahun atau sekira 105 juta standar kaki kubik per-hari maka kebutuhan gas untuk pembangkit listrik PLN Aceh dan Medan dapat dipenuhi," jelas Karen.

Menurut Karen, perjanjian ini merupakan implementasi dari langkah strategis dalam hal pengembangan proyek infrastruktur gas di Indonesia yang bertujuan untuk mendukung penggunaan sumber energi yang lebih efisien, bersih, dan ramah lingkungan. Hal ini juga bermanfaat bagi penurunan subsidi bahan bakar serta kebijakan energy mix pemerintah dengan meningkatkan konsumsi gas bumi hingga 30 persen di 2025.

"Oleh karena itu, Pertamina sangat mendukung proyek ini dan berharap agar kerjasama antara kedua belah pihak dapat berjalan lancar dan tepat waktu," jelas Karen.

Proyek ini juga diharapkan dapat mendukung pemerataan dan peningkatan perekonomian di daerah sekitar akibat multiplier effect yang muncul, yang sejalan dengan Instruksi Presiden No.14 Tahun 2011 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2011, serta Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang dicanangkan oleh Pemerintah.

 

Sumber : www.emliindonesia.com

Rabu, 16 Januari 2013

Februari, Proyek PLTP Sarulla Dimulai

JAKARTA - Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan proyek pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sarulla sudah bisa dimulai pada 1 Februari nanti dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama (SKB).

"SKB proyek pengembangan Sarulla telah selesai. Dan 1 Februari sudah bisa dimulai (pengembangan)," kata Menteri ESDM Jero Wacik, setelah menghadiri rapat kordinasi, di Kantor Kementerian Perekonomian, Jakarta, Rabu (16/1/2013).

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga Menteri terkait pengembangan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sarulla hanya tinggal menunggu keputusan Dahlan Iskan dan Pertamina.

SKB tersebut diperkirakan akan selesai awal tahun depan. Wakil Menteri ESDM Rudi Rubiandini mengaku telah bertemu dengan Wakil Presiden Boediono untuk membicarakan mengenai progress PLTP Sarulla. Saat ini, tinggal menunggu surat revisi peralihan aset dari Pertamina dan Menteri BUMN Dahlan Iskan.

"Sarulla itu dua hari yang lalu saya rapat dengan wapres. Semua sudah selesai sekarang bolanya ada di Pertamina dan Kementerian BUMN. Karena pertamina harus membuat surat yang salah atau revisi. BUMN harus menyetujui bebas pajak," ujar Rudi.

SKB Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri BUMN, dan Menteri Keuangan diperlukan untuk memperjelas kepemilikan aset di wilayah kerja panas bumi. Beberapa poin yang ada dalam SKB tersebut, aset negara di hulu panas bumi Sarulla dikelola oleh PT Pertamina (Persero), sementara aset hilir disesuaikan dengan isi kontrak dengan pengembang panas bumi.

Rencananya, SKB memberikan izin kepada pengembang untuk menjadikan aset sebagai jaminan pinjaman. Jangka waktu lamanya aset menjadi jaminan yaitu selama masa pendanaan.

 

Sumber : www.emliindonesia.com

Selasa, 15 Januari 2013

Oil Industry Beats Buffett in Railroad Investments Surge: Energy

 

North American energy companies are starting to invest more in railroad terminals than the railroads themselves.

A group of oil and natural gas pipeline operators led by Plains All American Pipeline LP (PAA) announced plans just in the past three months to spend about $1 billion on rail depot projects to help move more crude from inland fields to refineries on the coasts. Warren Buffett’s Burlington Northern Santa Fe LLC, the largest U.S. railroad, spent $400 million on terminals in 2012.

For the first time, energy companies that traditionally rented rail capacity are buying the assets because swelling output from Alberta’s oil sands and shale fields in North Dakota’s Bakken region and Eagle Ford in Texas has overwhelmed pipelines. Producers and refiners such as Devon Energy Corp. (DVN) and Irving Oil Corp. say they’ll turn even more to rail to get domestically pumped crude to the highest-paying refineries.

“If a refiner in Philadelphia is paying $110 for Nigerian crude and could replace it with cheap Bakken crude, they’ll be willing to pay up to $109.99 to replace that,” said Bradley Olsen, an analyst with Tudor Pickering Holt & Co. in Houston.

With domestic crude at least 20 percent cheaper than imports, the profit potential is obvious.

Refiners on the coast pay prices linked to Brent, the benchmark grade for more than half the world’s oil. Brent futures averaged $110.13 a barrel on the New York Mercantile Exchange during the fourth quarter, while the U.S. benchmark grade, West Texas Intermediate, averaged $88.23.
Record Discount

Western Canada Select, the benchmark for oil-sands crude, averaged $61.23 on the spot market in the fourth quarter, down as much as $42.50 below WTI in December, a record discount.

More than 200,000 train cars of oil will be shipped in 2012, the most since World War II, according to forecasts from the American Association of Railroads. About 1 million barrels a day of rail-unloading capacity is being built in the U.S., Olsen wrote in a note. That’s more than double the current level of shipments, which averaged about 456,000 barrels a day in the third quarter, according to the Railroad Association.

Burlington Northern, which handles about 35 percent of U.S. oil shipments, itself plans to spend “a couple hundred million dollars” on capital improvements to help haul 40 percent more crude in 2013, Chief Executive Officer Matt Rose said Jan. 8. The carrier was bought by Buffett’s Berkshire Hathaway Inc. (BRK/A) about two years ago for $36 billion including debt.


Urban Advantage

While rail transport is more expensive than pipelines, it already reaches into metropolitan areas like Los Angeles and Philadelphia, where new pipes are hard to lay and refineries are paying the highest price.

Rail transport is set to become cheaper as infrastructure expands. The system relies on 1.2-mile trains of tank cars that carry as much as 762 barrels each. At 120 cars per train, each shipment can be worth $8 to $10 million.

“Rail used to be a stopgap for the short term,” said Kevin Goins, president of Strobel Starostka Transfer, a closely- held company that builds and operates rail terminals. As drilling pushes into new places, rail “can get into different areas where pipelines never existed before.”


Higher Profit

Crescent Point Energy Corp. (CPG), based in Calgary, earned an extra $10 a barrel by shipping some of its Saskatchewan oil to the U.S. Gulf Coast, Chief Executive Officer Scott Saxberg said in an Oct. 18 interview. It pipes most of its oil to the Midwest.

Canadian railroads moved 35 percent more petroleum and refined products in November than the same month of 2011.

Plains bought four oil-handling terminals, plus a terminal under construction and shipping contracts across the U.S. in December for $500 million. Pipeline company Inergy Midstream LP (NRGM) spent $425 million in November to buy a North Dakota terminal from Rangeland Resources LP.

Rail is “effectively a pipeline on wheels,” filling the gaps in the transportation system, Plains CEO Greg Armstrong said at a Nov. 29 conference. Plains shares rose 23 percent last year, beating the 1.2 percent decline in the period of the Alerian MLP index of energy master limited partnerships that includes pipeline companies as members.

Plains competitor Enbridge Inc. (ENB) and Canopy Prospecting Inc. are building a $68 million terminal that will be able to transfer 80,000 barrels a day onto rail cars starting in the third quarter, for delivery to Philadelphia-area refineries, the companies said in a statement.

Enbridge, which is expanding pipeline capacity out of the Bakken, plans to take its oil as far east as possible by pipe and use rail for the end of the journey, Vice President Vern Yu said in an interview.

Plains fell 1.2 percent to $49.30 at the close in New York. Enbridge lost 0.1 percent to C$44.02 in Toronto. Plains gained 23 percent in 2012 and Enbridge gained 13 percent, according to data compiled by Bloomberg.


Refiners’ Investment

Irving Oil is accepting more than 90,000 barrels a day from the Bakken and Canada by rail at its Saint John, New Brunswick refinery, Canada’s largest, a person familiar with the plans said on Dec. 26. Phillips 66 (PSX), whose Bayway refinery in New Jersey is the second-biggest on the East Coast, is building an unloading station to increase train deliveries, CEO Greg Garland said on a Dec. 13 conference call.

“We’re buying 2,000 railcars so we’re using rail, pipe, ships, barge, trucks, you name it,” Garland said.

Oil production in the U.S. is projected to increase about 24 percent to 7.9 million barrels a day by 2014, the most since 1988, according to the U.S. Energy Department. Canadian oil output will rise 57 percent to 4.7 million barrels a day by 2020, according to the Canadian Association of Petroleum Producers.


Bottleneck Surplus

Much of the production comes from places such as Alberta’s oil sands and North Dakota’s Bakken formation, far from refining centers. A lack of pipelines to carry the crude to market has created bottlenecks that pushed down the price of oil from those regions.

The higher prices fetched on the coast justify the higher cost of shipping by rail. Sending Bakken oil through a pipeline to U.S. Midwest markets costs about a third of the $15 a barrel expense of carrying it by train to the East Coast, Tudor Pickering’s Olsen said in a note.

Rail has carved out a role alongside pipe over the long haul, said Chris Seasons, the president of Devon’s Canadian unit. While pipelines are cheaper and more efficient, it’s faster to build the tracks, unloading terminals and storage tanks to expand rail capacity, he said.

“On the rail side of the business, you can effect change quite quickly,” Seasons said. Devon, which moves 4,000 barrels of heavy oil a day by rail from Alberta to the U.S. Gulf Coast, plans to buy more rail cars, he said.


Environmental Hurdles

Some landowners and environmental groups such as the Sierra Club may further slow pipe projects over the risk of spills and air pollution from Canadian crudes. TransCanada Corp. (TRP)’s Keystone XL from Alberta to the U.S. Gulf Coast and Enbridge Inc.’s Northern Gateway from Alberta to the British Columbia coast already face delays from protests and increased regulatory scrutiny.

TransCanada expects U.S. regulators to decide Keystone XL’s fate in early 2013, the line’s original start time. Another half-million barrels a day in new rail capacity may be built if Keystone XL is blocked, estimates Steven Paget, an analyst at FirstEnergy Capital Corp. in Calgary.

Railroads will become more efficient crude handlers as producers and refiners build a system that moves oil from hub to hub around the continent, Paget said. Once planned new infrastructure is built, coastal markets should be able to absorb the increases in production from the Bakken and the Niobrara field in Colorado for several years, Olsen wrote in a Jan. 2 note.


Slowing Growth

Railroads face their own constraints, in addition to higher costs. A shortage of rail cars capable of carrying crude is slowing growth in the sector, with delivery times of new cars two years out, Seasons said.

Spills are a bigger risk with trains than pipes, according to the Manhattan Institute, a New York-based policy research organization. A U.S. railway is about 34 times more likely to spill hazardous materials, including oil, than a pipeline transporting the same volume an identical distance, according to the Institute’s June analysis of data from the U.S. Transportation Department and the Pipeline and Hazardous Materials Safety Administration.

Railroads have an accident rate just two to three times higher than pipelines, Patti Reilly, a spokeswoman for the American Association of Railroads trade group, said in an interview. Railroad spills tend to involve smaller amounts in each incident, since trains carry far smaller amounts of oil than pipelines, she said.


Solidifying Role

Still, trains’ ability to reach higher-priced markets more quickly has solidified their role in crude transportation. There are already existing tracks serving areas where pipelines are harder to build, such as the congested urban areas surrounding Philadelphia and California, the most populous U.S. state.

“It’s probably unlikely that somebody’s going to build a big new pipeline from North Dakota to LA or San Francisco,” Ethan Bellamy, an analyst with Robert W. Baird & Co. in Denver, said.

That advantage could make it attractive to build a rail link from booming production fields in Texas to California, Chris Keene, Chief Executive Officer of terminal operator Rangeland Energy LLC, said in an interview.

“It’s definitely here to stay,” he said.

Source : www.emliindonesia.com

Senin, 14 Januari 2013

Pasokan Gas Terus Menipis, Pengusaha di Sumut Pasrah

 

MEDAN - Asosiasi Pengusaha Pemakai Gas (Apigas) Sumatera Utara, mengaku pasrah dengan kondisi ketersediaan gas di Sumut. Sejumlah upaya kordinatif, hingga tekanan hingga ke Pemerintah Pusat diakui sudah dilakukan, namun belum mendapatkan hasil yang maksimal. Bahkan, kini pengusaha justru harus dihadapkan dengan rencana kembali dipangkasnya pasokan gas ke sumut, seiring menurunnya pasokan gas ke PGN.

Ketua Apigas Sumut Johan Brien mengatakan, pengusaha gas di sumut sudah hampir terbiasa menghadapi masalah kurangnya pasokan. Pengusaha pun hanya bisa pasrah, seraya berharap pemerintah dapat segera menyelesaikan persoalan krisis gas di Sumut.

Pengusaha penggguna gas di Sumut sebenarnya cukup optimistis dengan rencana pembangunan Floating Storage Regasification Unit, yang awalnya direncanakan akan dibangun di Belawan. Namun dipindahkannya proyek tersebut ke Lampung, membuat pengusaha di Sumut, lagi-lagi harus menelan pil pahit kekecewaan.

"Iya begitulah keadaannya. Kita sudah pasrah, frustasi melihat sikap pemerintah yang sangat tidak kooperatif dalam penyediaan gas. Kita pun serba salah, pemerintah daerah yang sudah ikut memperjuangkan agar pasokan gas ke sumut ditambah juga enggak berhasil. Jadi menunggu saja lah, mudah-mudahan kita masih bisa bertahan hingga pemerintah mengambil langkah bijak," ujarnya di Medan, Senin (14/1/2013).

Johan juga mengaku bingung dengan sikap pemerintah. Rencana besar pemerintah meningkatkan perekonomian di Sumatera Utara lewat penetapan Sumut sebagai salah satu koridor Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi (MP3EI) hingga kini belum disertai dengan upaya antisipasi peningkatan ketahanan energi.

Ia pun tak membayangkan, jika kondisi krisis gas yang terjadi saat ini, masih terjadi saat Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangke, dan Bandara Kuala Namu serta Pelabuhan Laut Kuala Tanjung mulai beroperasi.

"Agak aneh memang, dan sulit dipercaya sebenarnya. Pemerintah mengaku banyak investasi yang akan masuk ke Sei Mangke. Apa investasi itu enggak menghitung pasokan energi disini. Apakah mereka enggak memikirkan efisiensi industri dengan menggunakan gas. Kita yang ada sekarang aja merasa kewalahan, apalagi nanti mereka yang tentunya industri berskala besar. Belum lagi kalau Kuala Namu, dan Kuala Tanjung beroperasi, tentunya kan akan semakin membutuhkan gas dalam jumlah besar. Tapi kita tunggu sajalah," tukasnya.

Pasokan gas di Sumut sendiri sejak 2011 lalu terus mengalami penurunan. Jika pada 2011 pasokan gas mencapai 12 mmscfd, di 2012 lalu PT Perusahaan Gas Negara (PGN) hanya menyalurkan sekitar 9 mmscfd gas.

Di 2013 ini, pasokan itu juga diperkirakan akan kembali turun hingga ke angka 7 mmscfd, seiring berkurangnya pasokan dari salah satu kontraktor migas mitra PGN, karena habisnya cadangan gas di lapangan migasnya.

Sumber : www.emliindonesia.com

Minggu, 13 Januari 2013

Workshop Legal Due Diligence pada Industri Pertambangan – EMLI Training



Workshop ini ditujukan bagi praktisi industri pertambangan yang berkaitan erat dengan proses legal due diligence perusahaan tambang.Legal due diligence merupakan satu bagian penting untuk aksi korporasi sehingga dibutuhkan pemahaman teknis yang mendalam. Peserta akan berdiskusi intensif dan detail mengenai hal-hal yang dilakukan dalam suatu proses legal due dilligence.

Workshop ini tidak lagi membahas pemaparan teoritis, namun difokuskan pada pembahasan hal teknis berupa kegiatan due diligencepada dokumen-dokumen perusahaan, perizinan, Penjanjian dan aset. Peserta akan berdiskusi dengan mining lawyer yang berpengalaman dalam proses legal due diligence perusahaan.

 

TARGET PESERTA

  • Direksi dan manajemen perusahaan pertambangan
  • Legal officer
  • Finance Officer
  • Konsultan Hukum (Lawyer)
  • Contract Engineer
  • Perbankan
  • Asuransi
  • Mahasiswa

MATERI WORKSHOP

  • Introduction to Legal Due Diligence
    1. Stages in and characteristic of mining projects
    2. Roles and workflow of legal due diligence
    3. Key areas for legal due diligence review
      • Corporate legal standing
      • Mining concession
      • Compliance to requirements under mining laws and regulations
      • Third party commitment
      • Assets
      • Disputes
      • Overlapping matters
  • Discussion on Documents
    Corporate Documents
    • Article of Association
    • Corporate approval
    • Basic corporate license
    • Shareholder agreement
  • License Documents
    • Mining licenses (IUP, PKP2B, KK)
    • Forestry License (IPPKH)
    • Infrastructure Licenses (Hauling & Port)

INVESTASI

Rp2.500.000,-/orang Diskon 10 % untuk alumni KIHP
Sampai tanggal 22 Januari 2013

Rp2.800.000,-/orang Diskon 10 % untuk alumni KIHP
Setelah tanggal 22 Januari 2013

INFORMASI DAN REGISTRASI

Office Line : 021 5290 1485
Gita              : 0878 7596 4848
Angger        : 0888 0855 5856
Linda           : 0813 1981 2190

ONLINE REGISTRATION

EMLI Training
Setiabudi Building 2
6th Floor, suite 605 C
Jl. HR. Rasuna Said, Kuningan
Jakarta 12950
Phone : 021 - 5290 1485
Fax : 021 - 5290 2085
Website : www.emlitraining.com

Workshop Contract Drafting pada Industri Pertambangan – EMLI Training



Workshop ini ditujukan bagi praktisi industri pertambangan yang berkaitan erat dengan proses legal due diligence perusahaan tambang.Legal due diligence merupakan satu bagian penting untuk aksi korporasi sehingga dibutuhkan pemahaman teknis yang mendalam. Peserta akan berdiskusi intensif dan detail mengenai hal-hal yang dilakukan dalam suatu proses legal due dilligence.

Workshop ini tidak lagi membahas pemaparan teoritis, namun difokuskan pada pembahasan hal teknis berupa kegiatan due diligencepada dokumen-dokumen perusahaan, perizinan, Penjanjian dan aset. Peserta akan berdiskusi dengan mining lawyer yang berpengalaman dalam proses legal due diligence perusahaan.

 

TARGET PESERTA

  • Direksi dan manajemen perusahaan pertambangan
  • Legal officer
  • Finance Officer
  • Konsultan Hukum (Lawyer)
  • Contract Engineer
  • Perbankan
  • Asuransi
  • Mahasiswa

MATERI WORKSHOP

  • Introduction to Legal Due Diligence
    1. Stages in and characteristic of mining projects
    2. Roles and workflow of legal due diligence
    3. Key areas for legal due diligence review
      • Corporate legal standing
      • Mining concession
      • Compliance to requirements under mining laws and regulations
      • Third party commitment
      • Assets
      • Disputes
      • Overlapping matters
  • Discussion on Documents
    Corporate Documents
    • Article of Association
    • Corporate approval
    • Basic corporate license
    • Shareholder agreement
  • License Documents
    • Mining licenses (IUP, PKP2B, KK)
    • Forestry License (IPPKH)
    • Infrastructure Licenses (Hauling & Port)

INVESTASI

Rp2.500.000,-/orang Diskon 10 % untuk alumni KIHP
Sampai tanggal 22 Januari 2013

Rp2.800.000,-/orang Diskon 10 % untuk alumni KIHP
Setelah tanggal 22 Januari 2013

INFORMASI DAN REGISTRASI

Office Line : 021 5290 1485
Gita              : 0878 7596 4848
Angger        : 0888 0855 5856
Linda           : 0813 1981 2190

ONLINE REGISTRATION

EMLI Training
Setiabudi Building 2
6th Floor, suite 605 C
Jl. HR. Rasuna Said, Kuningan
Jakarta 12950
Phone : 021 - 5290 1485
Fax : 021 - 5290 2085
Website : www.emlitraining.com

Minggu, 06 Januari 2013

2012, Pendapatan PLN Solo Tumbuh 6%

berita terkini, bp migas, clipping, coal, coal mine, coal mines, coal miningemliindonesia.com - Realisasi pendapatan PT PLN Area Surakarta pada 2012 berhasil meraih sekira Rp2,4 triliun atau tumbuh enam persen dibanding 2011. Bahkan melampaui target yang telah ditetapkan pada awal tahun sebesar Rp2,3 triliun.


"Angka sekira Rp2,4 triliun itu sifatnya masih sementara, karena belum final. Finalnya baru terlihat pada pertengahan Januari 2013 mendatang," ujar Manager PLN Area Surakarta Purwadi, kepada wartawan, di Solo, Jawa Tengah, Jumat (4/1/2013).


Purwadi mengatakan bahwa mayoritas pendapatan PLN Area Surakarta diraih dari pelanggan listrik rumah tangga berdaya 450-900 VA. Pelanggan rumah tangga tercatat sebanyak 80 persen lebih dari total pelanggan yang ada di bawah area Surakarta. Total pelanggan PLN area Surakarta seluruhnya ada sebanyak 1,2 juta pelanggan.


"Sedang sebanyak 20 persen sisanya adalah pelanggan listrik berdaya 1.300 VA ke atas, yang berasal dari kalangan industri, bisnis, gedung pemerintahan," ungkap Manager PLN Area Surakarta.


Lebih lanjut, Ia menargetkan ada kenaikan pendapatan 2013 ini sebesar tujuh persen. Meski ada kenaikan tarif dasar listrik (TDL) pada pelanggan listrik berdaya 1.300 VA, tidak akan berdampak signifikan terhadap kenaikan pendapatan.


"Kenaikan TDL mungkin memang berpengaruh terhadap pendapatan. Tetapi bila di-breakdown, biaya operasional juga cukup besar. Karena harga material juga naik. Kalaupun ada peningkatan pendapatan, paling hanya bertambah sekira satu persen," pungkasnya.


Sumber : www.emliindonesia.com